Dengarkan Suara Parlemen Jalanan

oleh -1096 Dilihat
Yarnes Foni mahasiswa pascasarjana ilmu politik Universitas Indonesia

LISTINGBERITA.COM, JAKARTA, – Runtutan aksi mahasiswa di berbagai daerah di Indonesia menjadi gambaran suara parlemen jalanan yang menolak aksi kesewenangan pemerintah dan anggota DPR yang mengutak-utik beberapa peraturan perundang-undangan yang dianggap memiliki persoalan , Yaitu Revisi UU KPK yang kemudian disahkan menjadi UU KPK pada 17 September 2019, kemudian RUU KUHP, RUU Pertanahan, dan RUU Ketenagakerjaan.

Hal ini dinilai masyarakat tidak relevan dalam supremasi hukum di Indonesia. Puncaknya pada akhir September lalu mahasiswa hingga siswa sekolah turun ke jalan melakukan demonstrasi dan berakhir bentrok dengan aparat, 2 mahasiswa di kendari meninggal dunia. Kini presiden di desak untuk menerbitkan perpu mengenai KPK bahkan isu pemakzulan presiden kian santer didengar sebelum hari pelantikanya di gelar.

Sama halnya dengan protes yang dilakukan seluruh lapisan masyarakat di hongkong, awal protes terkait kebijakan pemerintah china mengenai rancangan undang-undang ekstradisi dan membuat warga hongkong geram. Sudah jutaan rakyat Hong Kong turun ke jalan untuk memprotes RUU ekstradisi sejak april 2019.

Dalam teori elit yang dianut oleh filsuf Vilfredo Pareto, Aksi pemerintah dan masyarakat ini dibagi dua kelas yaitu elit pemerintah (governing elite) dan elit yang tidak memerintah atau masyarakat (non governing elit). Elite yang memerintah diharuskan mendistribusikan kekuasaan dengan baik dan dapat bersikap mewadahi warga masyarakat, bukan justru mengeluarkan kebijakan yang berlawanan dengan nurani rakyat.

Dalam dua permasalahan demonstrasi itu perlu adanya mediasi dan saling membuka diri antara pemerintah dengan rakyatnya masing-masing kemudian sama-sama mencari titik tengah. Tindakan represif aparat justru mencederai hati rakyat.

No More Posts Available.

No more pages to load.