Negara dalam Pusaran Aksi Massa

oleh -1594 Dilihat
Byoma Ganenhdra Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Indonesia

LISTINGBERITA.COM, JAKARTA,- Beberapa waktu belakangan ini, demonstrasi besar terjadi di wilayah Indonesia dan Hongkong. Demonstrasi tersebut dipicu oleh sejumlah isu mengenai peraturan-peraturan yang dipandang masyarakat tidak tepat dan dianggap membelenggu kebebasan.

Negara pun merespon dengan menurunkan aparat keamanan untuk menjaga berbagai titik demonstrasi. Tindakan ini tidak jarang kemudian berujung bentrok dari para demonstran dan aparat keamanan. Baik di Indonesia maupun Hongkong fenomena ini terjadi dan merupakan hal wajar dalam setiap aksi demonstrasi.

Dalam melihat fenomena ini hendaknya kita menarik beberapa garis untuk dapat menganalisa situasi yang terjadi di Indonesia dan Hongkong. Di Indonesia dan Hongkong, demonstrasi dipicu oleh kebijakan pemerintah yang dinilai tidak pantas untuk diterapkan. Dalam kasus Hongkong, UU Ekstradisi yang diprotes masyarakat dinilai sebagai bentuk upaya pemerintah Republik Rakyat Cina untuk mencampuri urusan internal Hongkong. Meskipun Hongkong adalah wilayah kedaulatan Cina namun pemerintah RRC memberikan otonomi khusus kepada Hongkong sejak Inggris mengembalikan Hongkong ditahun 1997.

Keberadaan UU ekstradisi tersebut dinilai masyarakat Hongkong sebagai bentuk pelanggaran komitmen oleh pemerintah RRC dan usaha pusat untuk memperkuat kontrolnya di wilayah Hongkong. Hal yang sama juga terjadi di Indonesia dimana elemen mahasiswa sebagai kelompok aksi massa yang mayoritas menyuarakan penolakan terhadap revisi UU KPK, RKUHP dan beragam Rancangan Undang-Undang lainnya yang dinilai setengah matang dan tidak memihak kepentingan umum.

Menarik untuk dilihat adalah reaksi yang dilakukan oleh pemerintah melalui aparatur negara dalam menghadapi demonstran dimana saat demonstrasi semakin menghebat dan terjadi beragam bentrokan tidak jarang aparat pemerintah pun melakukan tindakan represif seperti menggunakan gas air mata, water cannon maupun penangkapan terhadap sejumlah orang yang dipandang sebagai provokator chaos dalam aksi tersebut.

Dalam penindakannya tidak jarang pula memakan korban jiwa seperti yang terjadi di wilayah Sulawesi Utara dimana terdapat dua korban tewas dari pihak mahasiswa pendemo. Namun hal ini juga perlu dipahami dalam konteks kenegaraan bahwa negara sebagai organisasi terbesar dalam masyarakat memiliki hak atas monopoli penggunaan alat-alat pemaksa untuk menciptakan ketertiban dan stabilitas sebagaimana yang diungkapkan beberapa tokoh seperti Max Weber sehingga penggunaan aparat dalam hal ini tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Meski demikian hendaknya penggunaan alat-alat kekerasan tersebut juga memiliki koridor yang sesuai dengan situasi dan kondisi dan tidak boleh digunakan berlebihan.

Dalam kasus Hongkong misalnya, demonstrasi yang ada berupaya untuk menekan posisi pemerintah hingga pada tahapan untuk semakin menuntut banyak kebebasan berlebihan sejak 2014 lalu yang berpotensi melemahkan kontrol pemerintah pusat sehingga dapat menjadi ancaman bagi integrasi bangsa. Terlebih lagi saat ini RRC terlibat perang dagang dengan Amerika Serikat dan Amerika Serikat sepertinya mulai menunjukan tanda-tanda untuk ikut mencampuri urusan internal RRC sehingga pemerintah memutuskan menindak tegas para demonstran.

Di Indonesia, fenomena demonstrasi yang ada justru dapat dilihat sebagai aksi dimana massa berusaha memperkuat posisi negara dengan menyuarakan kekeliruan pemerintah dan mengajak pemerintah untuk bersama-sama memperbaiki dan membenahi kekeliruan tersebut. Pemerintah mungkin melihat aksi demonstrasi yang semakin membesar sebagai ancaman atas legitimasinya sehingga mengerahkan aparat untuk menindak aksi tersebut namun seharusnya pemerintah bisa melihat dahulu dengan baik tuntutan-tuntutan yang disampaikan oleh massa dalam aksinya. Tidak ada satupun tuntutan yang mengarah pada pelemahan negara sehingga seharusnya aparat yang dikerahkan tidak perlu melakukan tindakan yang terlalu berlebihan dan respon pemerintah seharusnya bisa lebih cepat sehingga provokator tidak memiliki kesempatan untuk mengubahnya menjadi sebuah kekacauan.

Pada akhirnya, negara memiliki kekuasaan untuk melakukan tindak pengamanan, penegakan stabilitas dan ketertiban umum melalui alat pemaksanya namun pemerintah pun juga harus jeli melihat apakah suatu fenomena aksi massa itu merupakan aksi yang memang bertujuan melemahkan negara atau justru memperkuat negara melalui kritik yang membangun dan solusi bersama yang ditawarkannya. Hal ini untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kewenangan negara yang justru dapat memperlebar jarak antara pemerintah dan rakyatnya sendiri.

No More Posts Available.

No more pages to load.